Kali ini aku mau cerita soal malam
mingguku kemarin haha. Akhirnya malam mingguku tidak ngenes juga. Ya ampun
kayak menderita banget ya aku setiap malam minggu -_- ya setidaknya malam
mingguku kali ini tidak berakhir dengan mantengin timeline facebook, twitter,
instagram, ask fm, dan RU BBM, atau sekedar melajang ditempat tidur dengan
pikiran kosong atau bahkan mikirin yang sesuatu yang berlebihan dan berakhir
stres sendiri. Kayaknya itu sedikit terlihat mengenaskan.
Malam minggu ini aku diajak
temanku. Teman baru sih, baru kenal tahun lalu waktu ada kegiatan orkestra gitu
disuatu sekolah. Aku baru tau kalo ada orang sesinting dia. Hmm well dia sangat
friendly dan gampang banget diajak bercanda walau sebenarnya akulah yang menjadi
bahan bercandaan olehnya. Ya paling tidak dia sekarang menjadi teman debatku
karena dia selalu memancing suatu perdebatan yang tidak penting. Kami pergi ke
Taman Pelangi di Monjali dan berujung kehujanan, akhirnya kami cuma neduh di
salah satu tempat sambil ngobrol. Tidak ada obrolan yang penting selama itu, hanya
ngobrolin masalah novel, bola, keluarga, dan lagi lagi kuliahku. Aihh aku mual
sebenarnya dengan pertanyaan tentang perkuliahanku nanti. Karena aku sendiri
bingung mau jawab apa. Dan berhubung hujan dan aku tidak boleh pulang
malam-malam maka kami tidak bisa memutari taman pelangi untuk melihat
lampion-lampion yang (kayaknya) unyu-unyu itu. Sebenarnya sayang sekali
15.000nya hmpft. Saat hujan agak reda, kami lalu cari tempat makan dan berakhir
di supasup (gimana ya tulisannya ._. ya intinya bacanya seperti itu) daerah
jakal. Tapi hellnya adalah saat kami sudah tidak di daerah monjali hujan malah
benar-benar berhenti dan tidak ada setitikpun yang keluar dari langit gelap
itu. WTH!!
Sebenarnya bukan perjalanannya dengan
orang kejam itu (hehe peace tems semoga kamu ga baca ini haha) tapi sesuatu yang aku dapat saat ngobrol dengannya dalam perjalanan itu. Ya walaupun
kejam tapi dia sedikit banyak telah menyadariku akan sesuatu. Life must go on. Aku
sadar bahwa yang aku alami sekarang kemudian menjadi suatu keberuntungan, ya ga
bisa dibilang beruntung juga sih. Mungkin lebih tepatnya aku semakin percaya
bahwa God’s plan is always and always better than my plan. Memang kecewa
awalnya tapi kemudian aku sadar bahwa yang terjadi sekarang jauh lebih baik
daripada terus-terusan seperti kemarin. Memang ya, yang kita anggap paling terbaik
belum tentu yang terbaik bagi kita menurut-Nya. Sebagai anak yang (agak) rajin
ke gereja, aku percaya kehendak Tuhan selalu yang terbaik.
Aku kadang menyesal, bukan
menyesali kenapa harus ketemu dia atau kenapa sampai harus pisah dengan alasan
yang menurutku out of my mind lah, tapi aku nyesal kenapa harus sampai
mewek-mewek ga jelas kayak kemarin, harus sok-sokan galau kayak hidupku akan
berakhir gitu tanpa dia. Padahal harusnya aku sadar if they are not doing anything
to keep me, then why am I fighting to stay? Atau ini deh at some point I will
realize I’ve done too much for someone or something, that the only next
possible step to do is stop. Leave them alone. Walk away. It’s not like I
shouldn’t try. It’s just that I’ve to draw the line of determination from
desperation. What is truly mine would eventually be mine, and what is not, no
matter how hard I try, will never be. Because we, because you, and because me deserve to be happy without them. Haha dan
mungkin sepenggal lirik lagu dari Alanis Morissette ini cukup menjadi penutup
absurdnya tulisanku kali ini, That I
would be good, whether with or without you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar