Minggu, 13 Juli 2014

Malam Minggu M(G)io


Kali ini aku mau cerita soal malam mingguku kemarin haha. Akhirnya malam mingguku tidak ngenes juga. Ya ampun kayak menderita banget ya aku setiap malam minggu -_- ya setidaknya malam mingguku kali ini tidak berakhir dengan mantengin timeline facebook, twitter, instagram, ask fm, dan RU BBM, atau sekedar melajang ditempat tidur dengan pikiran kosong atau bahkan mikirin yang sesuatu yang berlebihan dan berakhir stres sendiri. Kayaknya itu sedikit terlihat mengenaskan.

Malam minggu ini aku diajak temanku. Teman baru sih, baru kenal tahun lalu waktu ada kegiatan orkestra gitu disuatu sekolah. Aku baru tau kalo ada orang sesinting dia. Hmm well dia sangat friendly dan gampang banget diajak bercanda walau sebenarnya akulah yang menjadi bahan bercandaan olehnya. Ya paling tidak dia sekarang menjadi teman debatku karena dia selalu memancing suatu perdebatan yang tidak penting. Kami pergi ke Taman Pelangi di Monjali dan berujung kehujanan, akhirnya kami cuma neduh di salah satu tempat sambil ngobrol. Tidak ada obrolan yang penting selama itu, hanya ngobrolin masalah novel, bola, keluarga, dan lagi lagi kuliahku. Aihh aku mual sebenarnya dengan pertanyaan tentang perkuliahanku nanti. Karena aku sendiri bingung mau jawab apa. Dan berhubung hujan dan aku tidak boleh pulang malam-malam maka kami tidak bisa memutari taman pelangi untuk melihat lampion-lampion yang (kayaknya) unyu-unyu itu. Sebenarnya sayang sekali 15.000nya hmpft. Saat hujan agak reda, kami lalu cari tempat makan dan berakhir di supasup (gimana ya tulisannya ._. ya intinya bacanya seperti itu) daerah jakal. Tapi hellnya adalah saat kami sudah tidak di daerah monjali hujan malah benar-benar berhenti dan tidak ada setitikpun yang keluar dari langit gelap itu. WTH!!

Sebenarnya bukan perjalanannya dengan orang kejam itu (hehe peace tems semoga kamu ga baca ini haha) tapi sesuatu yang aku dapat saat ngobrol dengannya dalam perjalanan itu. Ya walaupun kejam tapi dia sedikit banyak telah menyadariku akan sesuatu. Life must go on. Aku sadar bahwa yang aku alami sekarang kemudian menjadi suatu keberuntungan, ya ga bisa dibilang beruntung juga sih. Mungkin lebih tepatnya aku semakin percaya bahwa God’s plan is always and always better than my plan. Memang kecewa awalnya tapi kemudian aku sadar bahwa yang terjadi sekarang jauh lebih baik daripada terus-terusan seperti kemarin. Memang ya, yang kita anggap paling terbaik belum tentu yang terbaik bagi kita menurut-Nya. Sebagai anak yang (agak) rajin ke gereja, aku percaya kehendak Tuhan selalu yang terbaik.

Aku kadang menyesal, bukan menyesali kenapa harus ketemu dia atau kenapa sampai harus pisah dengan alasan yang menurutku out of my mind lah, tapi aku nyesal kenapa harus sampai mewek-mewek ga jelas kayak kemarin, harus sok-sokan galau kayak hidupku akan berakhir gitu tanpa dia. Padahal harusnya aku sadar if they are not doing anything to keep me, then why am I fighting to stay? Atau ini deh at some point I will realize I’ve done too much for someone or something, that the only next possible step to do is stop. Leave them alone. Walk away. It’s not like I shouldn’t try. It’s just that I’ve to draw the line of determination from desperation. What is truly mine would eventually be mine, and what is not, no matter how hard I try, will never be. Because we, because you, and because me deserve to be happy without them. Haha dan mungkin sepenggal lirik lagu dari Alanis Morissette ini cukup menjadi penutup absurdnya tulisanku kali ini, That I would be good, whether with or without you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar