Kedokteran. Ya, salah satu jurusan dengan masa depan yang
jelas, suatu profesi yang dielu-elukan dan dibanggakan semua orang. Semua orangtua
pasti bangga jika anaknya bisa masuk fakultas kedokteran apalagi berhasil
menjadi dokter. Begitu juga dengan orangtuaku. Mungkin lebih tepatnya mamaku.
Sejak tulisan terakhirku di blog ini. Aku terlalu sering
larut dalam pikiranku sendiri. Sering tiba-tiba nangis sendiri. Dan aku merasa
sedikit tertekan. Karena apa? Ya karena jurusan itu. Sampai aku menulis ini
mama masih belum bisa ikhlas kalau aku mengambil jurusan lain. Dia masih sangat
menginginkanku untuk menjadi dokter. Aku tertekan karena selalu mendengar
ungkapan kekecewaan dari mama. Siapa sih yang ingin orangtuanya kecewa? Sedih sekali
rasanya tiap kali telpon mama hanya kata-kata kekecewaan yang beliau lontarkan
dari mulutnya. Bagaimana bisa airmata tidak turun jika setiap kali dikatakan
bahwa harapan-harapan mama terhadapku telah mati. Aku merasa telah gagal
menjadi seorang anak. Sejak dulu tidak ada sedikitpun perbuatanku yang bisa
membuat orangtuaku bangga. Bahkan cita-cita mama yang digantungkan padaku pada
akhirnya harus aku patahkan. Bukannya merasa tidak mampu, aku hanya tidak ingin
menyesal setelah berada dijurusan yang berat itu. Kedokteran bukan jurusan
sepele bukan hanya butuh kemampuan akademik atau biaya yang luar biasa, tapi
juga minat dan keinginan untuk melayani sesama. Aku sama sekali tidak punya
jiwa untuk kebidang yang berhubungan dengan kesehatan. Bukan karena aku tidak
ingin melayani sesama, tapi setelah aku berpikir lagi itu bukan passionku. Aku tidak
punya jiwa untuk melayani sesama dibidang kesehatan. Mungkin dibidang lain.
Disatu sisi aku kadang berpikir untuk masuk kedokteran tapi
hanya untuk ngebahagiain mamaku, tapi itu berarti aku harus menghabiskan seumur
hidupku untuk sesuatu yang tidak sesuai denganku. Tapi aku begitu tidak tahan
dengan kata-kata kekecewaan yang selalu mama katakan. Seandainya saja mama
mendukung apapun pilihanku, mungkin langkahku akan terasa lebih ringan sekarang.
Kemarin aku baru saja menonton ulang film milik Raditya Dika
yang Kambing Jantan untuk yang kedua kalinya. Dari film itu aku menyadari
sesuatu. Apapun yang dipaksakan tidak akan berujung berhasil. Difilm itu
diceritakan Dika terpaksa mengikuti keinginan mamanya untuk kuliah finance di
Australia, tapi sesampainya disana Dika malah selalu mendapat nilai yang tidak
memuaskan dan tentu saja mengecewakan mamanya. Akhirnya suatu saat Dika
mengatakan pada mamanya bahwa dia tidak bisa kuliah finance, dia sadar bahwa
dia sekarang ada di Aussie bukan karena kemauannya, tapi karena kemauan
mamanya. Meskipun dia tau bahwa mamanya mengirimnya ke Aussie karena hanya
ingin yang terbaik buatnya. Dengan berat hati mamanya menerima hal itu, Dika
kembali ke Indonesia dan masuk dalam dunia dia seharusnya berada, menjadi
penulis terkenal dengan novel-novel best sellernya, dan bekerja di penerbitan. Tentu
saja semua film Raditya Dika berasal dari kisah nyata kehidupannya. Aku hanya
tidak ingin menyenangkan mamaku awalnya lalu mengecewakannya kemudian. Aku tidak
ingin gagal dalam studiku hanya karena aku salah langkah dalam mengambil
jurusan yang tidak sesuai denganku.
Kadang aku berpikir bahwa sudah terlalu banyak orang masuk
kedokteran, kalau kata lagunya Nico & Vinz, am I wrong for saying that I choose another way? I ain’t try do what
everybody else doing. Just cause everybody doing what they all do. If one thing
I know, I’ll fall but I’ll grow. I’m walking down this road of mine, this road
that I call home.
Aku hanya berharap waktu yang akan menjawab dan mengetuk hati
mama bahwa yang aku jalani sekarang adalah yang terbaik menurut-Nya. Memang sulit
saat harus memilih antara cita-cita/impian dan orangtua. Mungkin cuma ini yang
bisa aku bilang ke mama, I’m sorry mom, if I can’t be what you want to be or
make your little dream come true, I’m sorry for always make your day blue and
make you dissapointed over and over again. But someday I promise, I’ll make you
proud have a daughter like me with what I choose for my future life although not
with a ‘doctor’ title. I am sorry mom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar