Kamis, 31 Juli 2014

Impian atau Orangtua?


Kedokteran. Ya, salah satu jurusan dengan masa depan yang jelas, suatu profesi yang dielu-elukan dan dibanggakan semua orang. Semua orangtua pasti bangga jika anaknya bisa masuk fakultas kedokteran apalagi berhasil menjadi dokter. Begitu juga dengan orangtuaku. Mungkin lebih tepatnya mamaku.

Sejak tulisan terakhirku di blog ini. Aku terlalu sering larut dalam pikiranku sendiri. Sering tiba-tiba nangis sendiri. Dan aku merasa sedikit tertekan. Karena apa? Ya karena jurusan itu. Sampai aku menulis ini mama masih belum bisa ikhlas kalau aku mengambil jurusan lain. Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi dokter. Aku tertekan karena selalu mendengar ungkapan kekecewaan dari mama. Siapa sih yang ingin orangtuanya kecewa? Sedih sekali rasanya tiap kali telpon mama hanya kata-kata kekecewaan yang beliau lontarkan dari mulutnya. Bagaimana bisa airmata tidak turun jika setiap kali dikatakan bahwa harapan-harapan mama terhadapku telah mati. Aku merasa telah gagal menjadi seorang anak. Sejak dulu tidak ada sedikitpun perbuatanku yang bisa membuat orangtuaku bangga. Bahkan cita-cita mama yang digantungkan padaku pada akhirnya harus aku patahkan. Bukannya merasa tidak mampu, aku hanya tidak ingin menyesal setelah berada dijurusan yang berat itu. Kedokteran bukan jurusan sepele bukan hanya butuh kemampuan akademik atau biaya yang luar biasa, tapi juga minat dan keinginan untuk melayani sesama. Aku sama sekali tidak punya jiwa untuk kebidang yang berhubungan dengan kesehatan. Bukan karena aku tidak ingin melayani sesama, tapi setelah aku berpikir lagi itu bukan passionku. Aku tidak punya jiwa untuk melayani sesama dibidang kesehatan. Mungkin dibidang lain.

Disatu sisi aku kadang berpikir untuk masuk kedokteran tapi hanya untuk ngebahagiain mamaku, tapi itu berarti aku harus menghabiskan seumur hidupku untuk sesuatu yang tidak sesuai denganku. Tapi aku begitu tidak tahan dengan kata-kata kekecewaan yang selalu mama katakan. Seandainya saja mama mendukung apapun pilihanku, mungkin langkahku akan terasa lebih ringan sekarang.

Kemarin aku baru saja menonton ulang film milik Raditya Dika yang Kambing Jantan untuk yang kedua kalinya. Dari film itu aku menyadari sesuatu. Apapun yang dipaksakan tidak akan berujung berhasil. Difilm itu diceritakan Dika terpaksa mengikuti keinginan mamanya untuk kuliah finance di Australia, tapi sesampainya disana Dika malah selalu mendapat nilai yang tidak memuaskan dan tentu saja mengecewakan mamanya. Akhirnya suatu saat Dika mengatakan pada mamanya bahwa dia tidak bisa kuliah finance, dia sadar bahwa dia sekarang ada di Aussie bukan karena kemauannya, tapi karena kemauan mamanya. Meskipun dia tau bahwa mamanya mengirimnya ke Aussie karena hanya ingin yang terbaik buatnya. Dengan berat hati mamanya menerima hal itu, Dika kembali ke Indonesia dan masuk dalam dunia dia seharusnya berada, menjadi penulis terkenal dengan novel-novel best sellernya, dan bekerja di penerbitan. Tentu saja semua film Raditya Dika berasal dari kisah nyata kehidupannya. Aku hanya tidak ingin menyenangkan mamaku awalnya lalu mengecewakannya kemudian. Aku tidak ingin gagal dalam studiku hanya karena aku salah langkah dalam mengambil jurusan yang tidak sesuai denganku.

Kadang aku berpikir bahwa sudah terlalu banyak orang masuk kedokteran, kalau kata lagunya Nico & Vinz, am I wrong for saying that I choose another way? I ain’t try do what everybody else doing. Just cause everybody doing what they all do. If one thing I know, I’ll fall but I’ll grow. I’m walking down this road of mine, this road that I call home.

Aku hanya berharap waktu yang akan menjawab dan mengetuk hati mama bahwa yang aku jalani sekarang adalah yang terbaik menurut-Nya. Memang sulit saat harus memilih antara cita-cita/impian dan orangtua. Mungkin cuma ini yang bisa aku bilang ke mama, I’m sorry mom, if I can’t be what you want to be or make your little dream come true, I’m sorry for always make your day blue and make you dissapointed over and over again. But someday I promise, I’ll make you proud have a daughter like me with what I choose for my future life although not with a ‘doctor’ title. I am sorry mom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar