Kamis, 31 Juli 2014

Impian atau Orangtua?


Kedokteran. Ya, salah satu jurusan dengan masa depan yang jelas, suatu profesi yang dielu-elukan dan dibanggakan semua orang. Semua orangtua pasti bangga jika anaknya bisa masuk fakultas kedokteran apalagi berhasil menjadi dokter. Begitu juga dengan orangtuaku. Mungkin lebih tepatnya mamaku.

Sejak tulisan terakhirku di blog ini. Aku terlalu sering larut dalam pikiranku sendiri. Sering tiba-tiba nangis sendiri. Dan aku merasa sedikit tertekan. Karena apa? Ya karena jurusan itu. Sampai aku menulis ini mama masih belum bisa ikhlas kalau aku mengambil jurusan lain. Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi dokter. Aku tertekan karena selalu mendengar ungkapan kekecewaan dari mama. Siapa sih yang ingin orangtuanya kecewa? Sedih sekali rasanya tiap kali telpon mama hanya kata-kata kekecewaan yang beliau lontarkan dari mulutnya. Bagaimana bisa airmata tidak turun jika setiap kali dikatakan bahwa harapan-harapan mama terhadapku telah mati. Aku merasa telah gagal menjadi seorang anak. Sejak dulu tidak ada sedikitpun perbuatanku yang bisa membuat orangtuaku bangga. Bahkan cita-cita mama yang digantungkan padaku pada akhirnya harus aku patahkan. Bukannya merasa tidak mampu, aku hanya tidak ingin menyesal setelah berada dijurusan yang berat itu. Kedokteran bukan jurusan sepele bukan hanya butuh kemampuan akademik atau biaya yang luar biasa, tapi juga minat dan keinginan untuk melayani sesama. Aku sama sekali tidak punya jiwa untuk kebidang yang berhubungan dengan kesehatan. Bukan karena aku tidak ingin melayani sesama, tapi setelah aku berpikir lagi itu bukan passionku. Aku tidak punya jiwa untuk melayani sesama dibidang kesehatan. Mungkin dibidang lain.

Disatu sisi aku kadang berpikir untuk masuk kedokteran tapi hanya untuk ngebahagiain mamaku, tapi itu berarti aku harus menghabiskan seumur hidupku untuk sesuatu yang tidak sesuai denganku. Tapi aku begitu tidak tahan dengan kata-kata kekecewaan yang selalu mama katakan. Seandainya saja mama mendukung apapun pilihanku, mungkin langkahku akan terasa lebih ringan sekarang.

Kemarin aku baru saja menonton ulang film milik Raditya Dika yang Kambing Jantan untuk yang kedua kalinya. Dari film itu aku menyadari sesuatu. Apapun yang dipaksakan tidak akan berujung berhasil. Difilm itu diceritakan Dika terpaksa mengikuti keinginan mamanya untuk kuliah finance di Australia, tapi sesampainya disana Dika malah selalu mendapat nilai yang tidak memuaskan dan tentu saja mengecewakan mamanya. Akhirnya suatu saat Dika mengatakan pada mamanya bahwa dia tidak bisa kuliah finance, dia sadar bahwa dia sekarang ada di Aussie bukan karena kemauannya, tapi karena kemauan mamanya. Meskipun dia tau bahwa mamanya mengirimnya ke Aussie karena hanya ingin yang terbaik buatnya. Dengan berat hati mamanya menerima hal itu, Dika kembali ke Indonesia dan masuk dalam dunia dia seharusnya berada, menjadi penulis terkenal dengan novel-novel best sellernya, dan bekerja di penerbitan. Tentu saja semua film Raditya Dika berasal dari kisah nyata kehidupannya. Aku hanya tidak ingin menyenangkan mamaku awalnya lalu mengecewakannya kemudian. Aku tidak ingin gagal dalam studiku hanya karena aku salah langkah dalam mengambil jurusan yang tidak sesuai denganku.

Kadang aku berpikir bahwa sudah terlalu banyak orang masuk kedokteran, kalau kata lagunya Nico & Vinz, am I wrong for saying that I choose another way? I ain’t try do what everybody else doing. Just cause everybody doing what they all do. If one thing I know, I’ll fall but I’ll grow. I’m walking down this road of mine, this road that I call home.

Aku hanya berharap waktu yang akan menjawab dan mengetuk hati mama bahwa yang aku jalani sekarang adalah yang terbaik menurut-Nya. Memang sulit saat harus memilih antara cita-cita/impian dan orangtua. Mungkin cuma ini yang bisa aku bilang ke mama, I’m sorry mom, if I can’t be what you want to be or make your little dream come true, I’m sorry for always make your day blue and make you dissapointed over and over again. But someday I promise, I’ll make you proud have a daughter like me with what I choose for my future life although not with a ‘doctor’ title. I am sorry mom.

Minggu, 13 Juli 2014

Malam Minggu M(G)io


Kali ini aku mau cerita soal malam mingguku kemarin haha. Akhirnya malam mingguku tidak ngenes juga. Ya ampun kayak menderita banget ya aku setiap malam minggu -_- ya setidaknya malam mingguku kali ini tidak berakhir dengan mantengin timeline facebook, twitter, instagram, ask fm, dan RU BBM, atau sekedar melajang ditempat tidur dengan pikiran kosong atau bahkan mikirin yang sesuatu yang berlebihan dan berakhir stres sendiri. Kayaknya itu sedikit terlihat mengenaskan.

Malam minggu ini aku diajak temanku. Teman baru sih, baru kenal tahun lalu waktu ada kegiatan orkestra gitu disuatu sekolah. Aku baru tau kalo ada orang sesinting dia. Hmm well dia sangat friendly dan gampang banget diajak bercanda walau sebenarnya akulah yang menjadi bahan bercandaan olehnya. Ya paling tidak dia sekarang menjadi teman debatku karena dia selalu memancing suatu perdebatan yang tidak penting. Kami pergi ke Taman Pelangi di Monjali dan berujung kehujanan, akhirnya kami cuma neduh di salah satu tempat sambil ngobrol. Tidak ada obrolan yang penting selama itu, hanya ngobrolin masalah novel, bola, keluarga, dan lagi lagi kuliahku. Aihh aku mual sebenarnya dengan pertanyaan tentang perkuliahanku nanti. Karena aku sendiri bingung mau jawab apa. Dan berhubung hujan dan aku tidak boleh pulang malam-malam maka kami tidak bisa memutari taman pelangi untuk melihat lampion-lampion yang (kayaknya) unyu-unyu itu. Sebenarnya sayang sekali 15.000nya hmpft. Saat hujan agak reda, kami lalu cari tempat makan dan berakhir di supasup (gimana ya tulisannya ._. ya intinya bacanya seperti itu) daerah jakal. Tapi hellnya adalah saat kami sudah tidak di daerah monjali hujan malah benar-benar berhenti dan tidak ada setitikpun yang keluar dari langit gelap itu. WTH!!

Sebenarnya bukan perjalanannya dengan orang kejam itu (hehe peace tems semoga kamu ga baca ini haha) tapi sesuatu yang aku dapat saat ngobrol dengannya dalam perjalanan itu. Ya walaupun kejam tapi dia sedikit banyak telah menyadariku akan sesuatu. Life must go on. Aku sadar bahwa yang aku alami sekarang kemudian menjadi suatu keberuntungan, ya ga bisa dibilang beruntung juga sih. Mungkin lebih tepatnya aku semakin percaya bahwa God’s plan is always and always better than my plan. Memang kecewa awalnya tapi kemudian aku sadar bahwa yang terjadi sekarang jauh lebih baik daripada terus-terusan seperti kemarin. Memang ya, yang kita anggap paling terbaik belum tentu yang terbaik bagi kita menurut-Nya. Sebagai anak yang (agak) rajin ke gereja, aku percaya kehendak Tuhan selalu yang terbaik.

Aku kadang menyesal, bukan menyesali kenapa harus ketemu dia atau kenapa sampai harus pisah dengan alasan yang menurutku out of my mind lah, tapi aku nyesal kenapa harus sampai mewek-mewek ga jelas kayak kemarin, harus sok-sokan galau kayak hidupku akan berakhir gitu tanpa dia. Padahal harusnya aku sadar if they are not doing anything to keep me, then why am I fighting to stay? Atau ini deh at some point I will realize I’ve done too much for someone or something, that the only next possible step to do is stop. Leave them alone. Walk away. It’s not like I shouldn’t try. It’s just that I’ve to draw the line of determination from desperation. What is truly mine would eventually be mine, and what is not, no matter how hard I try, will never be. Because we, because you, and because me deserve to be happy without them. Haha dan mungkin sepenggal lirik lagu dari Alanis Morissette ini cukup menjadi penutup absurdnya tulisanku kali ini, That I would be good, whether with or without you.

Sabtu, 12 Juli 2014

Alektorophobia


Kalau bicara soal trauma. Semua orang pasti pernah mengalami suatu trauma. Dan tak sedikit yang akhirnya berujung phobia. Phobia sendiri (mungkin) artinya ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda -entah itu benda mati atau benda hidup- atau suasana. Dan aku adalah salah satunya.
Aku tidak tau ini terjadi sejak berapa tahun lalu. Intinya sekarang ini aku mengakui bahwa aku mengidap phobia terhadap ayam hidup atau nama kerennya itu alektorophobia.
Jadi ceritanya gini, waktu aku kecil (lupa umur berapa) tetanggaku itu senang banget melihara ayam, bebek, kalkun dan berbagai hewan lainnya. Dan hewan-hewan itu dibiarkan bebas tidak dikandangi. Jadi terkadang hewan-hewan itu masuk sampai ke pekarangan rumahku. Suatu hari aku disuruh papaku untuk metik cabe di samping rumah. Kebetulan saat itu ayam-ayam milik tetanggaku itu sedang berkeliaran di samping rumahku. Aku ingat sekali aku sama sekali tidak mengganggu mereka seperti kebanyakan anak kecil yang kalau ngelihat ayam langsung dikejar, aku cuma berhenti sebentar lalu memandang satu ekor ayam jago, lalu ayam itu memandangku juga jadi kami saling tatap-tatapan gitu deh *cieeee ihirrrr*. Tapi tanpa ekspresi lanjut aku kemudian menuju pohon cabe untuk memetik cabe sesuai permintaan papaku. Tiba-tiba ayam jago itu mengejarku, lalu terbang kearah wajahku seperti ingin mencakarku dengan penuh kemarahan. Aku lantas berteriak ketakutan, “PAPAAAA PAAPAAAAAAAAA!!!!!!!” Papaku langsung keluar rumah mengusir ayam itu dariku. Aku langsung digendong papa, sambil menangis aku dibawa masuk kedalam rumah, dan sejak saat itu aku tidak berani keluar rumah kalau melihat ayam-ayam tetanggaku sedang berkeliaran.
Sampai sekarang aku selalu menghindar setiap kali melihat ayam hidup. Entah itu di TV maupun secara langsung. Kalau sedang jalan dan ada ayam melintas disitu aku lebih memilih putar balik lewat jalan lain atau nggak minimal aku harus berpengangan pada siapa saja yang berada disampingku sambil balik muka tanpa melihat ayam itu. Pokoknya kalau ngelihat ayam itu yang ada merinding deh. Aku selalu merasa bahwa ayam-ayam itu akan terbang kearahku. Padahal mereka saat aku lewat malah lari menghindar. Aihh tapi tetap saja mengerikan sekali rasanya melihat ayam hidup. Dan itu berlaku juga untuk hewan-hewan berbulu lain seperti ayam, tapi pengecualian untuk yang selain ayam aku hanya geli dengan bulu mereka tp kalo ayam aku takut.
        Tapi bukan berarti aku tidak suka makan ayam loh. Malah itu makanan favoritku. Prinsipku sih kalau banyak makan ayam, maka itu akan semakin mempercepat pemusnahan ayam dari muka bumi ini HAHAHAHAHA (meskipun tak mungkin sih). Tapi tetap saja aku masih suka takut kalo ayamnya masih ada kepala dan cekernya. Walaupun itu sudah mati.
Itulah sepenggal ceritaku soal hewan yang paling menggelikan dan mengerikan seantero bumi. Jadi buat kamu kamu kamu jangan pernah coba-coba menakutiku dengan ayam hidup kalau tidak mau lihat aku berteriak sambil menangis dan membuatku pingsan karena ketakutan. Oke ini kedengarannya lebay tapi begitulah kalau sudah phobia. Dan sesungguhnya fyi doang, sumpah aku merinding saat menulis dengan banyak kata ayam seperti ini. Jadi biarkan tulisan ini berakhir. Salam alektorophobia.

Jumat, 11 Juli 2014

My SHS's Stories Part III


            Sampai juga di jenjang terakhir masa SMAku. Awalnya sangat takut apalagi mengingat akan bertemu dengan ujian-ujian yang so madefaker. Dan melihat betapa stresnya kakak-kakak kelas tahun lalu menghadapinya membuatku terasa ingin menyerah duluan.
            Semester pertama, aku masih disibukkan dengan kegiatan diluar urusan belajar untuk ujian. Aku dalam mini orkestra diminta untuk bergabung menjadi pemusik berkolaborasi dengan band John De Barock dalam teater Minak Jinggo ‘Menggugat’ yang menjadi salah satu event tahunan dari salah satu SMA swasta homogen yang isinya cowok semua, SMA Kolese De Britto. Tahun itu De Britto memutuskan untuk berkolaborasi dengan tim teater sekolahku dalam pegelaran drama tersebut. Suatu pengalaman yang mengesankan bisa tergabung dalam kegiatan itu. Lelah juga sebenarnya apalagi dengan jadwal latihan yang padat, JB seakan telah menjadi sekolah keduaku. Pulang sekolah langsung menuju sekolah itu untuk latihan dan latihannya selalu sampai malam sehingga memang terkadang menyita waktu belajarku. Tapi semuanya itu terbayar dengan kepuasan saat akhirnya perjuangan berbulan-bulan latihan itu membuahkan hasil pertunjukan yang sukses dan membanggakan.
            Setelah kegiatan itu, aku kemudian disibukkan dengan masalah universitas. Bolak balik ruangan BK untuk mengetahui info universitas menjadi hobi baru anak-anak kelas 12. Aku sempat beberapa kali mengikuti tes universitas, diterima, tapi pada akhirnya tidak ku ambil sebagai cadangan karna jurusannya tidak sesuai dengan keinginan orangtuaku.
            Bicara soal ulangtahun ke-17? Hmm nothing special. Sangat biasa saja menurutku, tidak ada sesuatu yang wow. Tapi tetap membahagiakan karena saat aku 17 tahun aku masih bisa berada di sekitar orang-orang yang peduli kepadaku. Aku juga mendapat 3 kue ulangtahun dan 11 kado. Kue ulangtahun aku dapat dari unit baruku, unit St. Fransiska, dari teman-teman seperjuangan dari Jayapura dan dari sahabat-sahabat gilaku. 11 kadoku itu ada 1 satu dari unit Fransiska, 2 kado dari adek kelas 11, 2 kado dari adek kelas 10, 2 kado dari teman sekelasku, 1 kado dari kakak kelasku yang sudah lulus, 1 kado dari kakak kandungku, 1 kado dari sahabat-sahabatku, dan 1 lagi dari secret admirer. Sampai sekarangpun aku tidak tau siapa sebenarnya yang telah mengirimkanku kado itu haha but whoever you are, still thank you so much.
Kemudian semester 2 datang dan seakan menjadi masa-masa kekelaman bagi kami kelas 12 dan aku khususnya. Pergi sekolah jam 6 pagi untuk mengikuti jam ke-0 dan kemudian pulang jam setengah 4 sore karena mengikuti tambahan pelajaran, belum lagi begitu pulang sekolah langsung menuju tempat les dan mengikuti les sampai jam 6. Sepulang les sudah harus berhadapan dengan jam belajar asrama setiap jam 7-9 malam kemudian terkadang aku melanjutkan belajar malam dari jam 10-11 malam bahkan jika aku sedang rajin bisa sampai lebih dari jam 12 malam. Hidupku penuh dengan belajar dan belajar. Lagi-lagi waktu tidur dan bermain menjadi suatu aktivitas yang langka terjadi dan weekend menjadi hari yang paling dinanti-nanti. Masa-masa try out pun datang, nilai doremi menjadi santapan sehari-hari, aku masih ingat saat aku menangis karena nilai-nilai tryoutku yang tak ada kemajuan. Benar-benar masanya saat jerawat timbul dimana-mana karena stres yang memuncak dan waktu tak pernah memberi kesempatan untuk merawat diri.
            Oh iya pengalaman valentine terakhir di masa SMAku terkesan sedikit menyedihkan karena bertepatan dengan itu gunung api kelud meletus dan abu vulkaniknya terbawa sampai ke Jogja. Sekolahpun diliburkan selama 2 hari, saat masuk sekolahpun tidak ada kegiatan belajar mengajar tapi diganti dengan kegiatan bersih-bersih abu vulkanik disekitar sekolah. Capek karena harus membersihkan debu vulkanik yang tebal itu, tapi senang juga karena tidak belajar haha setidaknya ada saat untuk istirahat sejenak dari rutinitas monoton itu.
            Akhirnya dengan penuh ketakutan dan perasaan siap tidak siap harus siap aku menghadapi ujian nasional selama 3 hari. 3 hari mencekam dan seperti di neraka. Tapi aku mencoba menikmatinya, karena setelah 3 hari kekelaman itu, aku dipersembahkan sebuah liburan panjang selama sebulan sebelum pengumuman kelulusan. Selama sebulan itu ada 1 minggu yang aku sempatkan untuk pergi berjalan-jalan ke kota metropolitan Jakarta bersama 3 sahabatku. Banyak kejadian menyenangkan sampai mendebarkan. Mulai dari berjalan-jalan menikmati suasana malam Jakarta, lalu makan di skylounge Plaza Semanggi, sesak-sesakan naik KRL dari Bekasi sampai Jakarta Kota hanya untuk pergi menikmati panasnya jam 12 siang di Kota Tua, lalu sok-sokan kaya masuk dalam restoran yang makanan termurahnya seharga 25000 itupun hanya makan sejenis siomay yang berisi 4 butir, lalu berjalan kaki menuju monas yang ternyata telah tutup dan berujung nyelfie di halaman monas, naik bajaj berempat menuju stasiun untuk kembali bersesakan dalam KRL pulang ke bekasi, lalu malamnya menjadi cabe-cabean muterin kota Bekasi naik motor tanpa helm haha, lalu salah naik KRL yang seharusnya menuju tanah abang malah aku naik yang menuju bogor, sampai hampir ketinggalan kereta pulang ke Jogja akibat macetnya kota Jakarta.
            1 bulan liburan berlalu akhirnya harus bertemu lagi dengan saat yang mendebarkan yaitu mendengarkan pengumuman kelulusan. Semalam sebelumnya aku dan anak-anak kelas 12 lainnya berjaga sampai lebih dari jam 12 malam. Karena menurut tradisi anak yang tidak lulus akan didatangi oleh guru sehari sebelum pengumuman kelulusan. Keesokan harinya kami mendapatkan hasil yang membanggakan dimana sekolahku lulus 100%. Perjuanganku selama 3 tahun di sekolah ini berakhir saat wisuda purna siswi tanggal 24 Mei 2014. Dengan kebaya pink-ungu dan rambut di keriting menyamping beserta wedges 10cm aku melangkah bangga menuju panggung setelah namaku disebutkan untuk menerima sampir dan bukti tanda kelulusanku. Dengan bangga aku menyatakan bahwa 3 tahun penuh duka, gembira, tawa, perjuangan dan pengalaman berharga itu kini telah berakhir dan aku telah resmi menjadi alumni dari SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
            Banyak yang bilang SMA adalah masa-masa yang paling membahagiakan. Ya, aku tidak menyangkali itu. Walau awalnya aku ragu dengan kata-kata tersebut tapi pada akhirnya aku menyadari bahwa SMA Stella Duce 2 telah menyajikan begitu banyak pengalaman yang semakin memberikan warna dalam kehidupan putih-abu-abuku, sekolah yang sederhana tidak bertingkat megah seperti sekolah lain, dengan jumlah murid yang juga tak terlalu banyak tapi berasal dari Sabang sampai Merauke, sederhana tapi tetap terpandang dan tentu patut diperhitungkan. Sedih rasanya saat menyadari aku telah melepaskan pakaian putih-abu-abu, kotak-kotak merah, dan kotak-kotak biru itu, dan harus meninggalkan sekolah yang penuh cerita ini. Masa SMAku telah habis. 3 tahun terasa begitu cepat. Terima kasih STEROku telah memberikan kesempatan bagiku untuk menjadi bagian dari kalian.

Teringat slalu STELLA DUCE namamu terkenal seluruh negeriku bagai tujuanku
Kamu sinar cahayanya, pelindung nusa
Arah pedoman cita-cita tujuan mulia

Rabu, 09 Juli 2014

I Hate Being Like This!


All I hear is raindrops
Falling on the rooftop
Oh baby tell me why’d you have to go
Cause this pain I feel
It won’t go away
And today I’m officially missing you

Oh can’t nobody do it like you
Said every little thing you do
Hey baby say it stays on my mind
And I’m officially missing you

Well I thought I could just get over you baby
But I see that’s something I just can’t do
from the way you would hold me
To the sweetest thing you told me
I just can’t find a way
To let go of you

Itu hanya sepenggal-penggal lirik lagu dari Tamia yang berjudul Officially Missing You. Maafkan aku karena malam ini aku kembali dalam keadaan galau. Dan entah mengapa lagu ini tiba-tiba menjadi sangat ‘ngejleb’ ketika kudengar. Sesungguhnya I really hate being like this!

Sudah satu minggu berlalu, tapi masih tergambar jelas sakitnya. Aihh it look so lebay. But I still can’t handle it. Saat aku merasakan hal ini biasanya hanya satu temanku yang bisa aku jadikan tempat sampah. Tapi terkadang juga ada kata-kata yang tak dapat terucapkan begitu saja dan akhirnya hanya bisa terpendam, dan tersiksa sendiri. Lagi, I hate being like this! Kenapa? Karena aku terlalu susah untuk bisa benar-benar mencintai seseorang, aku merasa bahwa bagaimana bisa aku dengan cepat melupakan seseorang yang kenyataannya sangat sulit juga benar-benar masuk dalam kehidupanku. Maka maafkan aku jika aku terkadang menyampahi media sosial dengan beragam kata-kata galau yang terkesan sangat childish. Sudah berapa kali aku diperingatkan untuk tetap tegar dan tidak memperlihatkan kegalauanku di media sosial karena terkadang hal itu hanya akan membuatnya bahagia telah membuatku terkesan ‘gagal move on’ darinya. Aku tau. Tapi aku tetap tidak bisa.
          
Ya, harusnya ini merupakan hal biasa buatku. Ini bukan pertama kali aku alami, sudah berkali-kali aku merasakan hal ini dengan orang yang sama dan kemudian mengalaminya lagi dengan sosok yang baru. Bukan hal baru tapi aku tetap tidak bisa mengatasinya. Maybe someday. Ohmywow, seriously aku harus berhenti bertingkah seperti ini.  

Ini adalah saat yang sangat kubenci! Saat aku terlalu tenggelam dalam lautan luka dalam (oke stop! Itu lagu) dia yang kugalaukan terlihat so much fun with his life, seakan semuanya baik-baik saja, seakan tak pernah terjadi apa-apa. Sangat mudah untuknya, tapi tidak untukku. Kenapa? Karena dalam hal ini aku menjadi objek (if you know what I mean). Atau mungkin dia juga merasakan tapi tak mengungkapkan, hmm mungkin aku terlalu kepedean.

Banyak hal yang membuatku selalu teringat padanya yang akhirnya membuatku menjadi wanita galau (lagi) seketika. Misalnya, saat pergi les lewat depan chacha milk tea (kemudian flashback), saat pulang les mau cari makan lalu lewat depan sekolahnya dan depan knock cafe (kemudian flashback), saat lewat asrama liat suasana depan asrama dibawah pohon noname itu dan di bawah pohon ketapang samping sekolah (kemudian flashback), saat lewat gereja (kemudian flashback), saat nonton di XXI (kemudian flashback), saat liat cowok-cewek goncengan naik motor (kemudian flashback), saat liat tiket m**its*****om (kemudian flasback), saat liat helm (kemudian flashback), saat liat blablabla. Jadi? Aku harus tinggal dirumah saja dan mengurung diri tidak kemana-mana dan menutup mata agar aku tidak lagi mengalami ‘kemudian flashback’ itu? SUCKS!

Mungkin ini hanya masalah waktu. Ada waktunya perjumpaan, ada waktunya perpisahan, ada waktunya bertahan dan memperjuangkan, ada juga waktunya melepaskan dan melupakan. Mungkin ini juga hanya masalah keikhlasan, seberapa besar aku mencoba menerima bahwa apa yang aku inginkan tak selalu menjadi apa yang aku butuhkan, bahwa kekecewaan yang terjadi sekarang hanyalah sebuah awal yang menjanjikan kebahagiaan luar biasa setelahnya, bahwa apa yang aku anggap yang terbaik belum tentu adalah yang terbaik untukku juga, bahwa apa yang tidak ditakdirkan untukku pada saatnya akan diambil kembali, bahwa ini hanyalah sebuah proses pendewasaan diri. Ada quote mengatakan bahwa pain is a part of growing up. Ada juga yang mengatakan if you brave enough to say goodbye, life will reward you with a new hello.
   
Oke. Kata-kata diatas hanyalah bukti bahwa aku sedang berusaha tegar setegar batu  karang. Bukti bahwa aku harus mulai belajar melepaskan sesuatu yang tidak dikenankan untukku. Sangatlah gampang berkata-kata, segampang mengedipkan mata, segampang membalikkan lembaran kertas saat membaca buku, segampang memasak mie instan, segampang merobek kertas tipis, segampang mendapat nilai 3 saat ulangan biologi, segampang tersenyum saat sedang selfie. Tetapi begitu sulit untuk dibarengi dengan tindakan nyata, sesulit menghafal karakter hanzi bahasa mandarin, sesulit mandi saat libur, sesulit mengerjakan soal UN kimia, sesulit berjalan dengan high heels, sesulit soal tryout matematika, sesulit melihat jauh tanpa kacamata, sesulit menentukan jurusan saat kuliah. Kalau menurutku semuanya memang harus menjadi sulit, agar aku tau bagaimana rasanya berjuang.

Dan aku rasa ini akan menjadi proses yang lumayan panjang, tidak bisa secepat yang diinginkan. Ini hati bukan kereta yang bisa melaju dengan cepat meninggalkan stasiunnya. Semoga dengan berakhirnya tulisan ini, berakhir juga kegalauanku untuk malam ini dan seterusnya. Semoga saja kata-kata (sok dewasa) diatas itu bukan hanya sekedar kata-kata mutiara kosong, tapi bisa benar-benar membuatku menjadi sekuat mutiara saat terjadi lagi kejadian ‘kemudian flashback’ diatas. Dan akan kuubah lirik lagu terakhir diatas menjadi I’m finally can find a way, to let go of you. Oke cukup absurd untuk kali ini.